PERTOBATAN DAN PANGGILAN

Saya lahir di satu desa Hilisangawola – Nias Barat, 20 November 1986. Sejak kecil saya dibesarkan di tengah-tengah keluarga Kristen yang sangat mencintai Tuhan. Dari kecil saya di didik dengan sangat ketat, disiplin dan mandiri. Sekalipun saya dibesarkan dikeluarga Kristen, namun pemahaman saya tentang iman kekristenan itu sendiri sangatlah minim. Saya datang ke gereja karena takut dipukul oleh orangtua dan dijemur disinar matahari oleh guru agama. Pemahaman saya tentang agama Kristen bukan berdasarkan iman kepada Kristus, melainkan karena takut. Hal ini berjalan sampai saya berumur 15 tahun, lulus sekolah menengah pertama (SMP). Di usia saya yang ke -15 tahun, saya masuk di sekolah SMU Negeri 1 Mandrehe. Di sana hidup saya sudah mulai tidak terkontrol oleh keluarga. Saat itu saya merasa sangat bebas dan saya bisa melakukan apa saja yang mau saya lakukan, termasuk untuk tidak lagi datang ke gereja.

Setelah satu tahun sekolah di SMU Mandrehe, saya pindah di sekolah SMU Negeri 1 Maliwa’a – Idanogawo. Di sana hidup saya tidak terkontrol lagi, saya terbawa arus oleh pergaulan anak muda yang ada di lingkungan sekitar, seperti mabuk-mabukkan, merokok, taruhan dengan bola volly, dan ikut-ikutan geng. Berjalannya waktu pada tahun 2005 tepat pada bulan April, pulau Nias dilanda oleh gempa bumi dasyat berkekuatan 8,9 SR. Melalui bencana ini banyak jiwa manusia melayang oleh karena ditimpa bangunan rumah yang tinggi, ada juga yang kehilangan harta benda, bahkan ada yang putus harapan. Melihat orang-orang di sekitar saya yang telah dilanda oleh gempa bumi yang sangat dahsyat itu, membuat saya bertanya-tanya dalam hati tentang “apa arti hidup di dunia ini?, darimanakah datang pengharapanku?”. Suara hati kecilku berkata bahwa “mengapa saya lahir di dunia ini?”, pertanyaan-pertanyaan inilah yang membuat saya mencari siapakah yang dapat menolong, membimbing, menguatkan serta mengajarkan saya mengerti tentang “mengapa saya ada,”.

Setelah gempa bumi yang sangat dahsyat, gempa susulan terus terjadi 6 – 7 kali setiap hari. Pada waktu itu juga sempat mendengar kabar yang simpang siur bahwa sebentar lagi pulau Nias akan tenggelam dan kita semua akan mati. Mendengarkan kabar itu banyak tetangga di sekitar rumah kami gempar-gempor mencari cara untuk menyelamatkan diri. Mereka meninggalkan rumah dan seluruh binatang peliharaan mereka dan memilih untuk merantau. Desa tempat saya tinggal pun sepi pada saat itu, bukan seperti suasana yang sebelum-sebelumnya. Satu malam yang indah di dalam persekutuan doa keluarga kami, membuat saya menangis ketika Ayah (Alm) saya mengatakan bahwa “jika benar informasi yang kita dengar bahwa pulau Nias akan tenggelam, mari kita mempersiapkan diri kita, saling memaafkan satu sama lain dan mengaku dosa dihadapan Tuhan. Siapa saja yang hidup dan yang mati diantara kita, Tuhan adalah maha kuasa yang menentukan semuanya itu. Jadi malam ini kita mau datang dihadapan Tuhan mohon belas kasihan Tuhan menebus segala dosa dan menyelamatkan kita”.

Malam itu merupakan suatu peristiwa dimana saya datang dihadapan Tuhan dengan membawa kata-kata penyesalan dengan mencucurkan air mata memohon pengampunan dihadapan Tuhan terhadap dosa yang saya perbuat, baik kepada sesama maupun kepada Tuhan. Saat itu juga saya menerima Tuhan Yesus dalam hati saya. Tiga bulan kemudian di Gereja GPT Hilisangawola, saya mendengar kabar bahwa ada ibadah KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani) selama 4 hari. Hati saya pun mendengar berita ini menyambutnya dengan penuh sukacita. Mengikuti KKR selama 4 hari yang dilayani oleh satu tim pelayanan dari jakarta, yaitu BAS (Barisan Anak Sorga) saya pun semakin mengalami anugerah Tuhan. Saya merasakan panggilan menjadi seorang hamba Tuhan pada Usia 6 tahun waktu masih duduk di SD. Ketika ada teman-teman bahkan guru bertanya, cita-cita kamu menjadi apa? Saya menjawab ‘menjadi pendeta’. Dari SD sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) saya terus merasakan panggilan menjadi seorang hamba Tuhan.

Saya teringat dengan teman-teman saya sekelas pada waktu itu yang sering memanggil saya pak pendeta waktu masih SMP dan SMA Sdr. Hasamoni Lombu dan Fasa’aro Lombu dan Famaha Gulo, sdri. Aline Lombu, dan banyak lagi teman-teman sekolah yang lain. Saya bersyukur untuk sdr. Hasamoni Lombu dan Famaha Gulo, mereka saat ini telah menjadi hamba Tuhan yang luar biasa, sudah melayani di gereja. Sdr. Hasamoni melayani di Palembang dan sdr. Famaha G. Melayani di Gereja BNKP Nias. Walaupun sejak SD saya sudah merasakan panggilan menjadi seorang hamba Tuhan, tetapi saya tidak terlalu serius menanggapi tentang panggilan itu. Pada waktu saya SMU negeri 1 di Mandrehe dan pindah di SMU Negeri 1 Maliwaa-Idanogawo saya sudah mulai melupakan panggilan itu dan memilih untuk hidup dengan mencari jalan sendiri. Pada tanggal 9 September 2005 bertepatan pada KKR di Gereja saya di GPT Hilisangawola selama 4 hari, hamba Tuhan yang melayani pada saat itu mereka bertanya-tanya kepada Pdt. HG. Gulo (Gembala Sidang) tentang saya, siapakah pemuda itu (Pemuda yang dimaksud itu adalah saya).

Di hari terakhir KKR mereka di Gereja saya, Pdt. HG Gulo memberitahu abang saya Pak Ceci, bahwa Saya di tanya-tanya oleh hamba Tuhan yang melayani saat itu: Pdt. Jeffry Piring, K’ Monic, K’ Wati, K’ Yosi dan juga Andi Beniwijaya. Di akhir pelayanan KKR di gereja saya, ke empat hamba Tuhan tersebut diatas menyuruh abang saya Pak Ceci agar mengajak saya bertemu langsung dengan mereka. Saat itu juga abang saya Pak Ceci mengajak saya untuk bertemu dengan 4 orang hamba Tuhan tersebut. Ke empat hamba Tuhan tersebut sepakat untuk mengajak saya ikut dengan mereka ke Jakarta. Menanggapi hal itu tidak mudah bagi saya dan keluarga. Karena saya tidak ada pengalaman keluar daerah pulau Nias, apalagi saya tidak begitu fasih untuk komunikasi bahasa Indonesia, kemudian ada beberapa pertimbangan lainnya, seperti uang transport dan kebutuhan lainnya. Puji Tuhan! saya bersyukur karena Tuhan menyediakan segala kebutuahn saya melalui keempat hamba Tuhan ini. Setelah sampai di Jakarta, saya diajak saat teduh tiap paginya dan ikut banyak persekutuan ibadah. Disanalah saya kembali merasakan panggilan seorang hamba Tuhan. Satu bulan kemudian saya mengambil keputusan untuk belajar Firman Tuhan di SAP (Sekolah Alkitab Palembang). Setelah itu pelayanan 2 tahun di GPdI Haleluyah Pangkal Pinang- Bangka Tahun 2006 – 2007.

Pada tahun 2008 saya terus menggali kebenaran Firman Tuhan dan mengambil satu keputusan belajar di STT IMAN – Jakarta Selatan. Melalui STT Iman saya bersyukur banyak belajar melayani Tuhan. Tingkat satu tempat praktek pelayanan saya di GKBJ – Dadap, kemudian GSRI- Duta Bandara. Di Tingkat dua saya pelayanan di GSRI Krawang Pos PI – Cikarang, kemudian di GKI – Jatinegara. Tingkat tiga saya pelayanan di GKJH Jembatan Lima, kemudian pelayanan 2 Tahun di Gereja GSRI- Kartini Jak-Pus. Sekarang ini saya pelayanan di GKKB – Mampang –Jakarta Selatan. Oleh sebab itu, biarlah kesaksian pertobatan dan panggilan saya ini menjadi berkat bagi pembaca. Akhirnya, segala pujian dan hormat hanya bagi Allah tritunggal yaitu Bapa, Anak dan Roh Kudus, Amin.

 

source : https://lombufati.wordpress.com/2014/03/27/kesaksian-pertobatan-dan-panggilan/